Kamis, Desember 11, 2008

Antara Pengemis dan Penipu


Di perempatan-perempatan jalan di Jakarta dan Bekasi jamak kita lihat pengemis, pengamen dan asongan berseliweran. Mereka memanfaatkan lampu lalu lintas yang sedang menyala merah, di mana kendaraan berhenti beberapa menit menunggu giliran jalan. Para pengemis dengan gayanya yang seolah-olah lumpuh, cacat atau ada yang menggendhong anak kecil. Tingkah laku mereka mengundang iba bagi siapa saja. Sehinggapara pengendara mobil dan motor tergerak hatinya memberikan sedekah yang entah ikhlas atau tidak, pokoknya memberi. Pagi mereka sudah mulai "kerja", disaat orang sibuk mau pergi ke kantor. Siang mereka berpanas-panasan mengharapkan iba dari pengendara mobil.
Tapi kalau kita mau mengikuti lagi, pemandangannya akan jadi lain di kala sudah agak malam, sudah sepi orang. Mereka yang tadinya kelihatan cacat tadi tiba-tiba saja bisa berjalan normal. Mereka yang ada luka di kaki yang kelihatan seperti korengan tadi, tiba-tiba saja sudah membersihkan diri, hilang bekas lukanya dan di buanglah kain pembalut luka yang telah di olesi obat merah dan sedikit tape singkong untuk mengundang lalat. Si ibu yang tadinya menggendong anak, sekarang sudah bebas dan menyerahkan anaknya tadi kepada orang tuanya dengan membayar sewa, atau bahkan bukan orangtuanya yang sengaja menjual anak untuk di jadikan senjata mengharapkan iba dari para dermawan. Pemandangan ini akan menjadi semakin ramai pada saat bulan Ramadhan, dimana umat muslim berlomba-lomba memberikan shodaqohnya.
Apakah para pengemis dan gelandangan tadi orang miskin???
Ya, mereka memang orang miskin.....
Departemen sosial sudah berulang kali menjaring mereka. Mereka di bina di panti sosial dengan di beri bekal ketrampilan khusus yang sekiranya bisa di pakai dalam kehidupan sehari-hari. Tapi nyatanya mereka tetap kabur dan kembali lagi ketempat asalnya, jadi pemgemis gelandangan dan pengamen. Mereka lebih suka mencari makan di jalanan menjadi pengemis dengan berpura-pura sakit, cacat dan lain sebagainya.
Mereka telah menipu orang-orang, mereka telah mengganggu kenyamanan orang di jalan, mereka tidak sadar. Lalu siapa yang akan peduli? Mereka enjoy dengan kehidupan mereka, karena hidup bebas tanpa aturan tanpa ikatan dan tanpa kehidupan sosial yang jelas. Mereka lupa bahwa nanti mereka akan dibangkitkan dari kubur. Atau memang mereka tidak pernah tahu agama, tidak pernah ada yang memberi tahu. Sementara para Ustadz hanya bisa berkoar-koar di masjid di pengajian yang ada amplopnya, dan notabene jamaahnya sudah pada beriman insya Allah. Para ulama sibuk berebut jadi imam masjid sampai di bela-belain berantem Masya Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar